7.22.2008

Shalat Khusyu’



SHALAT KHUSU'? TERNYATA GA SUSAH & NIKMAT BENEEER!

Kemarin gw ke Gramedia untuk mencari buku-buku. Sambil melihat-lihat buku best seller, mata gw melihat buku dengan judul 'Pelatihan
Khusyu’. Gambarnya orang sedang sholat di tepi danau, dengan nuansa sampul putih dan biru air. Ada cetakan emas tulisan “Best Seller” di sampulnya. Penulisnya Abu Sangkan, nama yang rasanya pernah dengar, entah dimana.

Buku itu gw baca sehabis Isya’ hingga larut malam. Selesai jam 11 malam. kalimat pertama yang mengesankan saya adalah komentar Marwah Daud, yang meyakini bahwa karunia terbesar dalam hidup ini bukanlah kakayaan dan jabatan, tapi adalah diberi karunia shalat yang khusyu’. Dia yakini ini berdasar surat Qur’an Surat Al Mukminun 1-2, 'Telah beruntunglah orang-orang mukmin, yaitu mereka yang khusyu dalam sholatnya.Silahkan baca sendiri isi dan tipsnya, tulisan ini bukan tentang itu, tapi tentang pengalaman gw ketika isya (gw selalu sholat isya sebelum pergi tidur).
Lalu gw mulai shalat. Gw menyantaikan diri. Rileks. Satu prinsip utama dalam kiat buku itu adalah, jangan ‘mencari’ khusyu’, cukup siapkan diri untuk ‘menerima’ khusyu’ itu, karena khusyu’ bukan kita ciptakan tapi ‘diberi langsung’ oleh Allah sebagai hadiah nikmat kita menemuiNya.

Tips yang sangat sederhana, tapi ini bagi gw adalah lompatan paradigma!
Gw bersikap rileks. Kepala hingga pinggang dikendorkan. Berdiri santai, senyaman kita berdiri. Abu Sangkan menggambarkan laksana pohon cemara, meluruh atasnya, kokoh akarnya sehingga luwes tertiup angin namun tak roboh.

Bersikap rileks menyiapkan diri kita untuk siap ‘menerima’ karunia khusyu’, karena khusyu’ itu diberi bukan kita ciptakan.

Lalu gw mulai bertakbir, Allahu Akbar. Rasanya seperti baru belajar sholat lagi. Gw meresapi kesendirian dan berusaha menangkap kehadiran Tuhan yang sesungguhnya amat dekat dengan kita, namun kita tumpul untuk merasakannya. Saya sedang menemuiNya sekarang. Gw, ruh gw tepatnya. Badan fisik ini hanyalah alat yang mengantar ruh ini berjumpa kembali dengan yang dicintainya, ialah Allah yang meniupkan ruh ini dahulu ke dalam badan fisik.

Pernah sholat di belakang imam yang ‘ngebut’ sholatnya? Gw pernah, dan jujur saya kesal. Baru mau selesai Al Fatihah, eh dia sudah ruku’. Gw mau ruku’ eh dia sudah berdiri I’tidal. Dan seterusnya. Gw kesal karena irama kecepatan sholat kami berbeda. Dia - menurut gw- terlalu cepat.

Ternyata demikian halnya dengan sholat kita sendiri. Ketika kita sholat, selain badan fisik kita ini sholat pula ruh kita. Ruh inilah yang benar-benar ingin sholat -kembali menemui Tuhannya- sementara badan fisik ini sarana kita mengantarnya dengan gerakan dan bacaan. Ruh kita ini sesungguhnya ingin sholat dengan tenang, santai, tuma’ninah. Sayangnya badan kita ‘ngebut’, jadilah ruh kita itu jengkel sejengkel-jengkelnya karena selalu ketinggalan gerakan badan. Maka tips sederhana dari buku itu adalah jika ruku’, tunggu, tunggu hingga ruh ikut mantap dalam ruku’ itu. Saat I’tidal, tunggu, tunggu hingga ruh mu ikut mantap I’tidal. Demikian pula saat sujud, duduk antara dua sujud, juga duduk tasyahud. Tunggu, tunggu hingg ruh mu ikut sujud, ikut duduk, ikut tasyahud.Maka gw shalat dengan sangat pelan. Santai. kalau sedang malas baca, gw diam saja. menikmati kepasrahan gw hadir menemui Tuhan.

Gw baca bacaan sholat dengan pelan. Gw mencoba berdialog, dan itulah memang makna sholat.Kita sebenarnya diberi kesempatan untuk mengadu. Kita adukan semua persoalan kita kepada Allah. Kita adukan semua kebingungan kita, pekerjaan, rizki, kesehatan, cinta, dan semua apapun. Kita mengadu, dan kita pasrah menunggu dijawab. Dan pasti Allah menjawabnya langsung. Ruh bisa merasakannya, namun kalau dia dipaksa tertinggal-tinggal oleh gerakan badan, maka dia tidak sempat menikmati pertemuan dengan Allah itu.Saat ruku’ gw ruku’ lama, sambil menarik regang kaki dan punggung gw. Nikmati aja!

Saat sujud, gw tumpukan kepala sebagai tumpuan utama. Saat ruh telah ikut sujud, gw baca dengan penghayatan, “Subhana robbiyal a’laa wa bi hamdih” (Maha Suci Engkau yang Maha Tinggi dan Maha Terpuji). Terus gw lanjutin dengan doa dalam bahasa Indonesia, doa agar gw dan ade bisa jadi anak yang indah dipandang mata dan menyejukan hati orang tua, doa agar gw bisa menjadi manusia yang berguna bagi manusia lain, dan doa yang buanyaaak banget. Rasanya nikmat sekali sujud lama.Lalu, lalu gw duduk setelah sujud. Gw baca sepotong-sepotong bacaannya -sesuai tips buku itu!-. Robbighfirlii (Ya Tuhan ampunilah aku). Warhamnii (dan kasihanilah aku). Lalu gw diam. Tiba-tiba keluar sendiri air mata karena menyadari betapa dalam makna kalimat pengaduan ini. Kita minta secara langsung untuk dimaafkan . Ruh kita meminta secara langsung!!! dan Allah menjawabnya. , air mata itupun tumpah. Wajburnii (cukupkanlah kekuranganku). Diam. War fa'nii (dan angkatlah derajatku). Diam. Makin terharu. Warzuqnii (beri rizki padaku -Ya Allah), air mata tumpah, betul-betul tiba-tiba sadar bahwa selama ini mengejar-ngejar rizki tapi tidak serius mengakui itu dariNya, lalu saat ini saya sedang memintanya langsung! Wahdinii (tunjukilah aku -karena aku sedang bingung dan tak tahu). Diam,. Wa’aafinii (dan sehatkan aku). Wa’fuannii (dan maafkan aku- yang banyak dosa ini). Gw duduk lama sekali. Sambil mengusap air mata yang bercucuran.Shalat ini panjang. Ditutup dengan tasyahud yang bikin gw terharuuuu banget. Apalagi ketika membaca “Assalaamu’alainaa wa ‘alaa ibaadillahisshoolihiin” (keselamatan mohon dikaruniakan kepada kami -para ruh yang sedang menemuiMu- dan atas ruh-ruh ahli-ahli ibadah yang sholih). Gw keluar air mata sampe gag sadar mengusap lendir yang keluar dari hidung.

Setelah shalat sesuai dengan tips buku itu, gw mulai berdoa dengan meratap. Gw ucapkan hanya, “Ya Allah… Ya Allah… Ya Allah…”, sambil mengangkat tangan setinggi wajah seperti seorang pengemis yang meminta-minta. Berkali-kali, hingga hati gw siap berdoa. Gw ingat buku pernah gw baca. Salah satu poin yang ingat adalah, kalau kita ingin dekat Allah maka kita harus sungguh-sungguh memanggilnya laksana seorang anak kecil yang ketakutan karena ada ular atau bahya, lalu memanggil-manggil ayahnya, “Ayah… Ayah… Ayah…”, maka ayahnya pasti datang dengan seruan itu dan melindungi anak tersebut. Demikianlah kalau kita ingin bebas dari maksiat, kata Al Ghazali, maka kita harus panggil dengan betul-betul ketakutan akan maksiat tersebut, kita panggil pelindung kita dengan sungguh-sungguh seakan anak kecil memanggil-manggil ayahnya, maka akan dilindungi kita dari maksiat tersebut.Lalu gw berdoa, dengan masih terus berair mata. Gw merasa mengadu dan masih mengadu di depan Tuhan secara langsung. Gw mengikhlaskan apapun jawaban dari doa saya tersebut.

Gw bahagia bisa merasakan sholat seperti itu. Tidak akan tergantikan dengan uang dan kemewahan dunia lainnya.

Gilaaaa......... Baru kali ini gw merasalan kesedihan yang luar biasa (karena gw adalah orang jarang bersedih! apalagi mudah keluar air mata..) Biasanya setiap sedih atau kecewa, gw cuma DIAM! tanpa kata, dan merasakan sendiri kesedihan dan kekecewaan itu!
Sungguh pengalaman yang menakjubkan. Cerita berhalaman-halaman tidak akan mampu melukiskan hal itu. Silahkan coba sendiri, rasakan sendiri, menangislah mengadu kepada Allah sendiri. Gw cuman mau berbagi cerita, dengan kekahwatiran gw kehilangan rasa yang sama di sholat berikutnya (insya Allah mudah-mudahan tidak akan hilang). Amin. Dan tidur gw malam itu tersa amat enteng.. amat pulas.. seperti semua rasa terangkat dari diri gw dan seperti bayi yang baru dilahirkan kembali!

Esensi sholat adalah doa, berdialog dengan Allah secara langsung.

No comments:

Post a Comment

Makasi dah tinggalin comment!

Template dibuat oleh : irshadi bagas