3.18.2008

Laskar Pelangi Setelah Dibaca!


Setelah mencuri-curi waktu yang ada.. yang lagi sempit banget.. akhirnya selese juga bacaan Laskar Pelangi.. gimana yah??!! .. ada kelebihan dan kekurangnya (pastilah secara manusia geto!!.. Tapi kekurangannya lumayan nganggu gw.. Mau tau ga apa aja?? Baca deh lengkapnya!! Tapi ini cuma pendapat pribadi loh!! Cuma sekedar kasi tau! Suka ga suka, berpulang lagi kepada kalian!!
Anak-anak Laskar Pelangi dalam keterbatasan dan kesederhanaan bisa menemukan pencapaian puncak dan petualangan seru di masa anak-anak, hingga dewasa. Kesederhanaan telah menjadi batas, dan kadang membuat mereka sedih dan minder, tapi mereka tidak tenggelam dalam keluhan dan tangisan. Anak-anak itu tetap berjuang hingga batas terakhir kemampuannya.

Diawali saat SD Muhammadiyah, sekolah kampung di Belitong dengan fasilitas yang sangat terbatas bahkan minus, membuka pendaftaran untuk murid baru kelas satu. Hingga ggota Laskar Pelangi. Nantinya di tengah cerita Laskar Pelangi mendapat anggota kesebelas, anggota wanita kedua, Flo.
Berkisah tentang Lintang, anak super genius didikan alam, yang rumahnya berjarak 40 km dari sekolah dan dilaluinya dengan bersepeda setiap hari tanpa mengeluh. Bahkan ketika suatu hari rantai sepedanya putus, dia rela berjalan kaki menuntun sepedanya ke sekolah. Dan merasa bahagia karena masih mendapat kesempatan ikut menyanyikan Padamu Negeri di jam pelajaran terakhir....terharu!!.. (secara ga pernah naik angkutan umum untuk kesekolah!)

Berkisah tentang Mahar anak genius berikutnya, tapi yang satu ini genius dalam bakat seni. Berkisah tentang rutinitas membeli kapur tulis di toko yang jauh dari sekolah dan berbau busuk, menggiring ke kisah cinta pertama Ikal kepada A Ling yang berkuku indah. Tentang keberhasilan mereka mengangkat nama SD Muhammadiyah yang selama ini selalu dianggap remeh dalam acara karnaval 17 Agustus dan lomba cerdas-cermat. Tentang cita-cita Ikal. Tentang hilangnya Flo. Tentang petualangan mistis ke Pulau Lanun menemui Tuk Bayan Tula bersama Flo dan Mahar. Dan bagian pertama ini ditutup dengan kesedihan mendalam yang sangat mengharukan saat Laskar Pelangi harus merelakan perginya seorang teman yang kurang beruntung...

Bagian pertama itu mengambil rentang waktu dari hari pertama Laskar Pelangi masuk kelas satu Sekolah Dasar Muhammadiyah hingga empat bulan menjelang Ebtanas SMP di gedung sekolah yang sama dengan orang-orang yang sama plus Flo.

Pada bagian kedua, kisah ini melompat dua belas tahun kemudian saat Laskar Pelangi telah menjadi dewasa yang harus berjuang menggapai peruntungannya dalam kehidupan nyata. Masing-masing menjalani suratan hidupnya yang sudah ditetapkan. Ada yang berjalan sesuai cita2nya, ada yang tidak terduga lompatannya, ada juga yang menyerah pada nasib yang sudah tergambar jelas sejak dahulu.

Meskipun begitu, terus terang, dari awal gw merasa terganggu dengan beberapa hal. Terutama dari cara penulis menuturkan kisah2nya (maaf ini pendapat pribadi!)

1. Kisahnya kadang berlompatan dari satu waktu ke waktu yang lain tanpa urutan yang jelas dan tanpa penjelasan kepada pembaca tentang sedang berada di waktu yang mana saat itu. Seringkali tidak dijelaskan satu kejadian ini terjadi pada saat mereka kelas berapa. Tiba-tiba saja Ikal jatuh cinta, tiba-tiba saja Lintang membicarakan teori Fisika, padahal beberapa lembar sebelumnya mereka baru masuk kelas satu SD.
Masalahnya perbedaan usia pada masa anak2 dan remaja itu kan sangat berpengaruh pada cara berpikir. Antara anak kelas satu SD dan kelas tiga SD saja sudah berbeda, Apalagi dengan anak SMP.

2. Andrea Hirata memilih cara bertutur orang pertama melalui tokoh Ikal, dia menceritakannya dengan gaya bertutur dan berpikir orang dewasa, bahkan pada saat Ikal baru masuk kelas satu SD. Keluguan seorang anak kecil ga bisa gw dapetin disini!

3.Western Minded
Terlalu banyak nama latin dan bahasa asing untuk kisah tentang anak2 di sekolah kampung. Imbas dari poin kedua juga tampaknya. Bukannya mau meremehkan bahwa anak2 sekolah kampung tidak pantas memakai bahasa asing, tapi memang pemakaiannya sudah melewati batas yang menurut gw realistis.
Ungkapan2 asing yang sebenarnya ada kalimat padanannya dalam bahasa Indonesia juga mewarnai beberapa lembar novel ini. Seperti "sense of fashion", "simply irresistable", "superb", "standing applause", "The distinguished Miss A Ling herself". Tidak terlalu banyak, tapi menggangguku. Ini bukan teenlit tentang anak2 borju di kota kan?
Mahar sang seniman genius juga dikisahkan lebih menyukai memainkan lagu2 berbahasa asing daripada lagu2 lokal. Pertama kali dia 'ditemukan' oleh Bu Mus, saat dia pertama kali disuruh menyanyi di depan kelas, Mahar menyanyikan lagu "Tennesse Waltz" dengan iringan ukulele yang dibawanya dalam tas. Selanjutnya pada kesempatan lain dia menyanyikan "Leaving on a Jet Plane". Grup band yang dibentuk Laskar Pelangi juga menyukai lagu asing seperti "Light My Fire" dan "Owner of a Lonely Heart". Sementara lagu kebangsaan Ikal saat dia jatuh cinta adalah "Have I Told You Lately That I Love You" dan "All I Have to Do is Dream"....Padahal jelas dibagian awal ada cerita yang berkisah tentang poster Rhoma Irama Hujan Duit!

Mungkinkah anak2 SD kampung itu memang dididik untuk menjadi western-minded? atau memang dibuat begitu agar novel ini berkesan "modern"?...

4. Ada hal-hal yang terasa terlalu dilebih-lebihkan atau terasa tidak pas dengan kenyataan. Ini bikin gw bertanya, apa benar ini kisah nyata? kok sepertinya 'too good to be true'
Di hari pertama kelas dua SD, Bu Mus sudah menanyakan soal2 perkalian rumit diatas sepuluh yang digabung dengan penjumlahan dan pengurangan. Lintang menyambar dengan cepat setiap pertanyaan, sementara yang lainnya sibuk menghitung dengan lidi. Padahal seingat gw SD dan melihat Bismo (Bismo juga kelas 1 SD coy!), anak kelas 1 SD cuma belajar penambahan dan pengurangan puluhan..belum ratusan bahkan ribuan!!.
Dan mungkinkah soal perkalian Bu Mus yang hasilnya ratusan bahkan ribuan itu dihitung dengan lidi?
Kemudian saat cerdas cermat SMP, ada soal2 matematika integral yang ditanyakan dalam lomba. SMP udah ada integral?... Sebagi pencinta math, gw tau persis di SMP itu kita masih sibuk dengan persamaan kuadrat! Kalo Lintang sudah menguasai perhitungan integral itu tidak aneh dan sangat mungkin. Tapi kalo sampai ada pertanyaan integral dalam cerdas cermat SMP yang mestinya mengikuti standar kurikulum, itu jelas aneh.
Dan tahu nggak apa saja jawaban yang diberikan Lintang untuk pertanyaan2 dalam cerdas cermat tersebut? "Thermoluminescent dating", "Vincent Van Gogh", "Menyasszonytanc", "Paradoks air", "Medula Spinalis", "Basedow", "Extremly Low Frequency"... fuih!! cerdas cermat SMP atau pengujian calon Doctor sih? (Sangaji, si jenius di sinetron 80-an Rumah Masa Depan, masih digambarkan lebih membumi daripada ini.
Anehnya sekolah yang digambarkan ditabrak kambing roboh ini punya perpustakaan yang amat sangat lengkap!!!! Hebat!!
Sementara si hebat satunya lagi, Mahar sang maestro seni, masih bisa diterima dan dibayangkan kehebatannya. Tapi saat diceritakan bahwa Laskar Pelangi punya grup band yang dilengkapi dengan Electone, Standing Bass, Drum, Tabla dan Rebana, gw bertanya lagi... ini bener murid2 sekolah kampung yang miskin itu? Yang bayaran sekolahnya seiklasnya? Kok canggih amat!!.
Terasa aneh lagi saat karnaval 17 Agustus, Mahar mampu menyediakan 30 buah Tabla untuk pertunjukan dalam karnaval itu. Apakah Tabla itu alat musik lokal yang dimainkan dan dimiliki oleh banyak orang? Di kampungku di jawa sana, untuk mendapatkan 30 buah kendang yang alat musik lokal saja pastilah perlu keliling ke seluruh penjuru kabupaten dan menyewanya dengan biaya tidak sedikit.

5. Andrea Hirata sangat pelit dengan dialog. Dia lebih sering bertutur sendiri menceritakan kisah2nya dalam pandangan pelaku pertama. Gw jadi serasa menikmati sebuah film bisu yang diberi narasi. Ada emosi2 yang tidak tersampaikan. Terasa ada jarak dari pembaca dengan kisah2 tanpa dialog itu, tidak merasakan emosi pelakunya yang biasanya tersampaikan lewat dialog2 antar pelaku.
Pada bagian2 yang dilengkapi dengan dialog, gw bisa merasakan kehangatan dan kehidupan cerita. Tapi di bagian yang tanpa dialog, gw seperti sedang membayangkan menonton film dokumenter, dingin hampir tanpa emosi.

Yah, walaupun begitu banyak 'keanehan' atas gangguan yg terasa di novel ini, tapi gw menutupnya dengan perasaan dan kesan yang menyenangkan. Sebuah gambaran kehidupan yang menyentuh. Apalagi ditutup dengan cerita saat Laskar Pelangi sudah dewasa ketika mereka bertemu kembali dengan membawa cerita kehidupan mereka masing2. Gw ikut merasa kangen dengan serunya masa kecil mereka, dan terharu dengan segala nasib dan pencapaian mereka di saat dewasa.

Penuh hikmah kehidupan yang diajarkan oleh orang2 sederhana itu, walaupun tidak dituturkan dengan sederhana... Tidak seperti Ayat-ayat Cinta!

No comments:

Post a Comment

Makasi dah tinggalin comment!

Template dibuat oleh : irshadi bagas