3.01.2008

Bagian Akhir Novel AAC


Ini ending Novel AYAT-AYAT CINTA!
Suka banget kata-kata di endingnya..sederhana tapi indah!



Tengah malam, Aisha membangunkan diriku. Kusibak selimut tebal. Kaca jendela tampak basah. Musim dingin mulai merambat menuju puncaknya. Aisha melindungi tubuhnya dengan sweater. Untung penghangat ruangan kamar kelas satu berfungsi baik. Tapi kaca jendela tetap tampak basah. Berarti di luar sana udara benar-benar dingin. Mungkin telah mencapai 8 derajat. Aku tidak bisa membayangkan seperti apa dinginnya kutub utara yang puluhan derajat di bawah nol. Suasana malam senyap dan beku.
“Fahri, ayo lihatlah Maria, dia mengigau aneh sekali..aku belum pernah melihat orang mengigau seperti itu.” Kata Aisha pelan.
Aku mengikuti ajakan Aisha untuk melihat keadaan Maria. Tak ada siapa-siapa di kamar Maria saat kami masuk. Kecuali Madame Nadia, yang pulas di sofa tak jauh dari ranjang Maria. Ibu kandung Maria itu kelihatannya kelelahan. Kami melangkah pelan mendekati Maria. Dan aku mengenal apa yang diigaukan oleh Maria. Aku pasang telinga lekat-lekat dan memperhatikan dengan seksama. Subhanallah, Maha Suci Allah! Yang terucap lirih dari mulut Maria, tak lain dan tak bukan adalah ayat-ayat suci dalam surat Maryam. Ia memang hafal surat itu. Aku tak kuat menahan haru.
“Sepertinya yang keluar dari bibirnya itu ayat-ayat suci Al-Qur’an? Bagaimana bisa terjadi, Fahri?” Heran Aisha.
“Kita dengarkan saja baik-baik. Nanti aku jelaskan padamu. Banyak hal yang belum kau ketahui tentang Maria.” Jawabku pelan.
Kami pun menyimak igauan Maria baik-baik. Mendengarkan apa yang diucapkan oleh Maria dalam alam tidak sadarnya. Pelan. Urut. Indah dan lancar. Tak ada yang salah. Meskipun tajwidnya masih belum lurus benar. Maria melantunkan ayat-ayat yang mengisahkan penderitaan Maryam setelah melahirkan nabi Isa. Maryam dituduh melakukan perbuatan mungkar. Allah menurunkan mukjizat-Nya, Isa yang masih bayi bisa berbicara.

Fa atat bihi qaumaha tahmiluh,
qaalu yaa Maryamu laqad ji’ta syaian fariyya.
Ya ukhta Haaruna maa kaana abuuki imra ata sauin
wa maa kaanat ummuki baghiyya.
Fa asyaarat ilaih, qaalu kaifa nukallimu man kaanat fil mahdi shabiyya.
Qaala inni abdullah aataniyal kitaaba wa ja’alani nabiyya.
Wa ja’alani mubaarakan ainama kuntu
wa aushaani bish shalati waz zakaati maa dumtu hayya.
(Maka Maryam membawa anak itu kepada kaumnya dengan menggendongnya. Kaumnya berkata, ‘Hai Maryam, sesungguhnya kamu telah melakukan sesuatu yang amat mungkar.
Hai saudara perempuan Harun ayahmu sekali-kali bukanlah seorang yang jahat dan ibumu sekali-kali bukanlah seorang pezina.
Maka Maryam menunjuk kepada anaknya. Mereka berkata, ‘Bagaimana kami akan berbicara pada anak kecil yang masih dalam ayunan?’
Isa berkata, ‘Sesungguhnya aku ini hamba Allah, Dia memberiku Al Kitab dan dia menjadikan aku seorang nabi.

Dan dia menjadikan aku seorang yang diberkati di mana saja aku berada, dan dia memerintahkan kepadaku mendirikan shalat menunaikah zakat selama aku hidup. Seorang malaikat pun jika mendengar apa yang dilantunkan Maria dalam alam bawah sadarnya itu akan luluh jiwanya, bergetar hatinya, dan meneteskan air mata. Maria sedang mengeluarkan apa yang bercokol kuat dalam memorinya. Dan itu adalah ayat-ayat suci yang menyejukkan. Maria terus melantunkan apa yang dihafalnya ayat demi ayat. Air mataku menetes setetes demi setetes. Cahaya keagungan Tuhan berkilat-kilat dalam diri semakin lama semakin benderang. Bibir Maria terus bergetar. Aku bertanya dalam diri, siapa sebenarnya yang menggerakkan bibirnya? Dia sedang tak sadar apa-apa. Ia sampai pada akhir surat Maryam. Namun bibirnya tidak juga berhenti bergetar, terus melanjutkan surat setelahnya.

Surat Thaaha. Subhanallah!
Thaaha.
Maa anzalna ‘alaikal Qur’aana li tasyqa
Illa tadzkiratan liman yakhsya
( Thaaha.
Kami tidak menurunkan Al-Qur’an ini kepadamu
agar kamu jadi susah
Tetapi sebagai tadzkirah
bagi orang yang takut kepada Allah

Aku jadi tidak mengerti sebenarnya berapa surat. Berapa juz yang telah dihafal Maria. Dulu saat pertama kali dia menyapa di dalam metro dia mengatakan hanya hafal surat Al Maidah dan Maryam saja. Sekarang dia membaca surat Thaaha. Aku benar-benar terkesima dibuatnya. Masih banyak rahasia dalam dirinya yang tidak aku ketahui. Aku jadi tidak tahu pasti keyakinan dalam hatinya. Dengan air mata terus mengalir di sudut matanya yang terpejam ia melantunkan ayat-ayat suci itu seperti sedang asyik bernyanyi dalam mimpi. Malam yang dingin terasa hangat oleh aura getar bibir Maria. Ia mengajak pendengarnya berada di Mesir pada masa nabi Musa melawan Fir’aun. Ia terus bernyanyi, seperti bidadari menyanyikan lagu surga.
Innama ilaahukumullah al ladzi laa ilaha illa huwa
wasia kulla syai in ilma
Kadzalika naqushu ‘alaika anbai ma sabaq
wa qad aatainaaka min ladunna dzikra
(Sesungguhnya Tuhanmu hanyalah Allah,
yang tiada tuhan selain Dia, pengetahuannya
meliputi segala sesuatu.

Demikianlah kami kisahkan kepadamu
sebagian kisah umat yang telah lalu,
dan sesungguhnya telah kami berikan kepadamu
dari sisi Kami suatu peringatan
Sampai ayat ini bibir Maria berhenti bergetar. Lelehan air matanya semakin deras. Namun ia tidak juga membuka mata. Entah apa yang ia rasa. Aku hanya bisa ikut melelehkan air mata. Berdoa. Dan memegang erat tangannya. Sesaat lamanya keheningan tercipta. Tiba-tiba bibirnya bergerak dan mendendangkan zikir dengan nada aneh:

Allah. Allah. Allah.
Aku ingin Allah.
Allah. Allah. Allah.
Aku rindu Allah.
Allah. Allah. Allah.
Aku cinta Allah.
Allah. Allah. Allah
Allah.
Allah.
Allah.
Allah.
Allah.
Allah. Allah. Allah.
CahayaMu Allah.
Allah. Allah. Allah.
SenyumMu Allah.
Allah. Allah. Allah.
BelaianMu Allah.
Allah. Allah. Allah.
CiumanMu Allah.
Allah. Allah. Allah.
CintaMu Allah.
Allah.
Surgamu Allah.
Allah.
Surgamu Allah.
Allah.
Surgamu Allah.
Surgamu Allah.
Surgamu Allah.
Surgamu Allah.
Allah. Allah.Allah.
Allah.
Allah.
Allah.

Semakin lama volume suaranya semakin mengecil. Lalu hilang. Hatiku berdesir ketika melihat bulu matanya yang lentik bergerak-gerak. Perlahan ia mengerjap. Allah. Allah. Allah. Sembari bibirnya berzikir matanya tampak mulai terbuka perlahan. Dan akhirnya benar-benar terbuka. Subhanallah!

“Maria!” sapaku pelan.
“Fa..Fahri?” suaranya sangat lirih nyaris tiada terdengar.
“Ya. Apa yang kau rasakan sekarang, Sayang? Apanya yang sakit?”
“Tolonglah aku? Aku sedih sekali.”
“Kenapa sedih?”
“Aku sedih tak diizinkan masuk surga!”
Jawaban Maria membuat aku dan Aisha kaget bukan main. Dari mana dia tiba-tiba dapat kekuatan untuk berkata sejelas itu? Apakah dia akan mati? Tanyaku dalam hati. Dan cepat-cepat aku membuang pertanyaan tidak baik itu. Tapi kenapa dia berulang-ulang menyebut-nyebut surga.
“Aku telah sampai di depan pintu surga, tetapi aku tidak boleh masuk!” ulangnya.
“Kenapa?”
“Katanya aku tidak termasuk golongan mereka. Pintu-pintu itu tertutup bagiku. Aku terlunta-lunta. Aku menangis sejadi-jadinya.”
“Aku sungguh tak mengerti dengan apa yang kau alami, Maria. Tapi bagaimana mulanya kau bisa sampai di sana?”
“Aku tidak tahu awal mulanya bagaimana. Tiba-tiba saja aku berada dalam alam yang tidak pernah kulihat sebelumnya. Dari kejauhan aku melihat istana megah hijau bersinar-sinar. Aku datang ke sana. Aku belum pernah melihat bangunan istana yang luasnya tiada terkira, dan indahnya tiada pernah terpikir dalam benak manusia. Luar biasa indahnya. Ia memiliki banyak pintu. Dari jarak sangat jauh aku telah mencium wanginya. Aku melihat banyak sekali manusia berpakaian indah satu persatu masuk ke dalamnya lewat sebuah pintu yang tiada terbayangkan indahnya. Kepada mereka aku bertanya, “Istana yang luar biasa indahnya ini apa?” Mereka menjawab, “Ini surga!” Hatiku bergetar. Dari pintu yang terbuka itu aku bisa sedikit melihat apa yang ada di dalamnya. Sangat menakjubkan. Tak ada kata-kata yang bisa menggambarkan. Tak ada pikiran yang mampu melukiskan. Aku sangat tertarik maka aku ikut barisan orang-orang yang satu persatu masuk ke dalamnya. Ketika kaki mau melangkah masuk seorang penjaga dengan senyum yang menawan berkata padaku, “Maaf, Anda tidak boleh lewat pintu ini. Ini namanya Babur Rayyan. Pintu khusus untuk orang-orang yang berpuasa. Anda tidak termasuk golongan mereka!” Aku sangat kecewa. Aku lalu berjalan ke sisi lain. Di sana ada pintu yang juga sedang penuh dimasuki anak manusia berpakaian indah. Aku mau ikut masuk. Seorang penjaga yang ramah berkata, “Maaf, Anda tidak boleh lewat pintu ini. Ini Babush Shalat. Pintu khusus untuk orang-orang shalat. Dan Anda tidak termasuk golongan mereka!” Aku sangat sedih. Hatiku kecewa luar biasa. Aku melihat di kejauhan masih ada pintu. Aku berjalan ke sana dengan harapan bisa masuk lewat pintu itu. Namun ketika hendak masuk seorang penjaga yang wajahnya bercahaya berkata, “Maaf, Anda tidak boleh masuk lewat sini. Ini Babuz Zakat. Pintu khusus untuk orang-orang yang menunaikan zakat. Ada banyak pintu. Dan setiap kali aku hendak masuk selalu dicegah penjaganya. Sampai di pintu terakhir namanya Babut Taubah. Aku juga tidak boleh masuk. Karena itu khusus untuk orang-orang yang taubatnya diterima Allah. Dan aku tidak termasuk mereka. Aku kembali ke pintu-pintu sebelumnya. Semuanya tertutup rapat. Orang-orang sudah masuk semua. Hanya aku sendirian di luar. Aku menggedor-gedor pintu bernama Babur Rahmah. Tak ada yang membuka. Aku hanya mendengar suara, “Jika kau memang penghuni surga kau tidak perlu mengetuknya karena kau pasti punya kuncinya. Bukalah pintu-pintu itu dengan kunci surga yang kau miliki!” Aku menangis sejadi-jadinya. Aku tidak memiliki kuncinya. Aku berjalan dari pintu satu ke pintu yang lain dengan air mata menetes di sepanjang jalan. Aku putus asa. Aku tergugu di depan Babur Rahmah. Aku mengharu biru pada Tuhan. Aku ingin menarik belas kasihNya dengan membaca ayat-ayat sucinya. Yang kuhafal adalah surat Maryam yang tertera di dalam Al-Qur’an. Dengan mengharu biru aku membacanya penuh penghayatan. Selesai membaca surat Maryam aku lanjutkan surat Thaha. Sampai ayat sembilan puluh sembilan aku berhenti karena Babur Rahmah terbuka perlahan. Seorang perempuan yang luar biasa anggun dan sucinya keluar mendekatiku dan berkata,
“Aku Maryam. Yang baru saja kau sebut dalam ayat-ayat suci yang kau baca. Aku diutus oleh Allah untuk menemuimu. Dia mendengar haru biru tangismu. Apa maumu?”
“Aku ingin masuk surga. Bolehkah?”
“Boleh. Surga memang diperuntukkan bagi semua hamba-Nya. Tapi kau harus tahu kuncinya?”
“Apa itu kuncinya?”
“Nabi pilihan Muhammad telah mengajarkannya berulang-ulang. Apakah kau tidak mengetahuinya?”
“Aku tidak mengikuti ajarannya.”
“Itulah salahmu.”
“Kau tidak akan mendapatkan kunci itu selama kau tidak mau tunduk penuh ikhlas mengikuti ajaran Nabi yang paling dikasihi Allah ini. Aku
sebenarnya datang untuk memberitahukan kepadamu kunci masuk surga. Tapi karena kau sudah menjaga jarak dengan Muhammad maka aku tidak diperkenankan untuk memberitahukan padamu.”
Bunda Maryam lalu membalikkan badan dan hendak pergi. Aku langsung menubruknya dan bersimpuh dikakinya. Aku menangis tersedu-sedu. Memohon agar diberitahu kunci surga itu. “Aku hidup untuk mencari kerelaan Tuhan. Aku ingin masuk surga hidup bersama orang-orang yang beruntung. Aku akan melakukan apa saja, asal masuk surga. Bunda Maryam tolonglah berilah aku kunci itu. Aku tidak mau merugi selama-lamanya.” Aku terus menangis sambil menyebut-nyebut nama Allah. Akhirnya hati Bunda Maryam luluh. Dia duduk dan mengelus kepalaku dengan penuh kasih sayang,
“Maria dengarkan baik-baik! Nabi Muhammad Saw. telah mengajarkan kunci masuk surga. Dia bersabda, ‘Barangsiapa berwudhu dengan baik, kemudian mengucapkan: Asyhadu an laa ilaaha illallah wa asyhadu anna Muhammadan abduhu wa rasuluh (Aku bersaksi tiada Tuhan selain Allah dan aku bersaksi sesungguhnya Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya) maka akan dibukakan delapan pintu surga untuknya dan dia boleh masuk yang mana ia suka!’. Jika kau ingin masuk surga lakukanlah apa yang diajarkan olah Nabi pilihan Allah itu. Dia nabi yang tidak pernah bohong, dia nabi yang semua ucapannya benar. Itulah kunci surga! Dan ingat Maria, kau harus melakukannya dengan penuh keimanan dalam hati, bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad utusan Allah. Tanpa keimanan itu, yang kau lakukan sia-sia. Sekarang pergilah untuk berwudhu. Dan cepat kembali kemari, aku akan menunggumu di sini. Kita nanti masuk bersama. Aku akan membawamu ke surga Firdaus!”
Setelah mendengar nasihat dari Bunda Maryam, aku lalu pergi mencari air untuk wudhu. Aku berjalan ke sana kemari namun tidak juga menemukan air. Aku terus menyebut nama Allah. Akhirnya aku terbangun dengan hati sedih. Aku ingin masuk surga. Aku ingin masuk surga. Aku ingin ke sana, Bunda Maryam menungguku di Babur Rahmah. Itulah kejadian atau mimpi yang aku alami. Oh Fahri suamiku, maukah kau menolongku?”
“Apa yang bisa aku lakukan untukmu, Maria?”
“Bantulah aku berwudhu. Aku masih mencium bau surga. Wanginya merasuk ke dalam sukma. Aku ingin masuk ke dalamnya. Di sana aku berjanji akan mempersiapkan segalanya dan menunggumu untuk bercinta. Memadu kasih dalam cahaya kesucian dan kerelaan Tuhan selama-lamanya. Suamiku, bantu aku berwudhu sekarang juga!”

Aku menuruti keinginan Maria. Dengan sekuat tenaga aku membopong Maria yang kurus kering ke kamar mandi. Aisha membantu membawakan tiang infus. Dengan tetap kubopong, Maria diwudhui oleh Aisha. Setelah selesai, Maria kembali kubaringkan di atas kasur seperti semula. Dia menatapku dengan sorot mata bercahaya. Bibirnya tersenyum lebih indah dari biasanya. Lalu dengan suara lirih yang keluar dari relung jiwa ia berkata:
Asyhadu an laa ilaaha illallah
wa asyhadu anna Muhammadan abduhu wa rasuluh!

Ia tetap tersenyum. Menatapku tiada berkedip. Perlahan pandangan matanya meredup. Tak lama kemudian kedua matanya yang bening itu tertutup rapat. Kuperiksa nafasnya telah tiada. Nadinya tiada lagi denyutnya. Dan jantungnya telah berhenti berdetak. Aku tak kuasa menahan derasnya lelehan air mata. Aisha juga. Inna lillahi wa inna ilaihi raajiun!
Maria menghadap Tuhan dengan menyungging senyum di bibir. Wajahnya bersih seakan diselimuti cahaya. Kata-kata yang tadi diucapkannya dengan bibir bergetar itu kembali terngiang-ngiang ditelinga:

“Aku masih mencium bau surga. Wanginya merasuk ke dalam sukma. Aku ingin masuk ke dalamnya. Di sana aku berjanji akan mempersiapkan segalanya dan menunggumu untuk bercinta. Memadu kasih dalam cahaya kesucian dan kerelaan Tuhan selama-lamanya.”
Sambil terisak Aisha melantunkan ayat:
Yaa ayyatuhan nafsul muthmainnah
irji’ii ilaa Rabbiki
raadhiyatan mardhiyyah
Fadkhulii fii ‘ibaadii
wadkhulii jannatii
(Hai jiwa yang tenang
Kembalilah kamu kepada Tuhanmu
dengan hati puas lagi diridhai
Maka masuklah ke dalam golongan hamba-hambaKu
Maka masuklah ke dalam surga-Ku.

Saat itu Madame Nahed, terbangun dari tidurnya dan bertanya sambil mengucek kedua matanya, “Kenapa kalian menangis?”
Kaca jendela mengembun. Musim dingin sedang menuju puncaknya. O, apakah di surga sana ada musim dingin? Ataukah malah musim semi selamanya? Ataukah musim-musim di sana tidak seperti musim yang ada di dunia?



Mau tau lengkap isi Novel nya?? Klik aja disini

1 comment:

  1. i like it bagas...
    kamu mungkin sangat mengidamkan sosok fahri
    sedang aqu mengidamkan sosok maria yg begitu kuat..
    dan aisha yg begitu sabar dan berbesar hati...

    ReplyDelete

Makasi dah tinggalin comment!

Template dibuat oleh : irshadi bagas